Rabu, 21 Oktober 2015







SEJARAH DAN FILOSOFI SOTO DI INDONESIA

Sejarah Soto

Soto adalah makanan yang sangat populer di negeri ini. Hampir di setiap daerah dapat ditemukan soto dengan variasi yang berbeda, disesuaikan dengan selera di tiap-tiap daerah. Tapi kendati berbeda, judulnya tetap sama: Soto.

Soto adalah makanan khas Indonesia yang merupakan akulturasi campuran dari berbagai macam tradisi dari Tiongkok dan India. Di dalamnya ada pengaruh lokal dan budaya lain. Mie, bihun atau soun pada soto, misalnya, berasal dari tradisi Tiongkok yang akulturasi tradisi etnik pendatang itu dari sekedar soto sampai kepada pengenalan mie Bakso yang prinsip memasaknya hampir sama dengan soto. Ada beberapa soto yang menggunakan buah kunyit & daun kari yang merupakan bumbu dari India yang sotonya bersantan dan bersaus kental. Karena soto merupakan campuran dari berbagai tradisi, maka asal usulnya menjadi sulit ditelusuri.

Soto ada dimana-mana yang penyebarannya dari Sabang sampai Merauke seiring dengan penyebaran manusia Indonesia. Makanan yang tersebar itu kemudian bisa diterima di tempat lain, diikuti dengan upaya pelokalan yang tertulis di dalam menu resep-resep dari seluruh suku-suku yang ada di Indonesia. Hampir tiap kota versi sotonya berbeda karena tiap kelompok masyarakat selalu punya tradisi tertentu yang berhubungan dengan makanan. Proses pelokalan ini yang mengakibatkan muncul berbagai jenis soto di Indonesia. 

Di Tiongkok sendiri dinamakan "Caudo atau Cauto" yang merupakan hidangan dari "caotu tang" atau sup babat dan dalam bahasa Hokkian disebut "saoto”.

Makanan soto mungkin adalah satu diantara sekian banyak makanan yang berhasil melakukan mutasi diri di Indonesia. Bentuk, rasa dan variasinya beragam mengikuti lokasi. Di Pulau Jawa kita mengenal Soto Bandung, Soto Betawi, Soto Jombang, Soto Kudus, Soto Lamongan, Soto Madura, Soto Malang, Soto Pekalongan, Soto Surabaya, Soto Tegal dan lain-lain. Di Makasar ada Soto Makasar. Di Medan ada Soto Medan, ada Soto Padang. Ada juga identitasnya dinamakan dengan si pembuat soto seperti di Bogor ada soto Pak Kumis dan Soto Pak Salamdi dan lain sebagainya.

Filosofi Soto 

Mengapa soto sebagai kuliner diciptakan hingga dikenal di seluruh Indonesia, dengan berbagai varian berbasis daerah masing-masing?

Jika menurut kiroto boso ala jawa, sebagian mengartikan soto sebagai bagi roso, bagi roto. Berbagi rasa dan berbagi rata, agar semuanya dapat menikmati. Pada wilayah jawa yang lain juga ada yang mengartikan dengan 'podho roso, podho roto' dengan terjemahan bebasnya kuranglebih sama tetapi lebih kedalam persoalan hati dalam menikmati soto.

Filosofi soto lainnya,  merupakan cara para leluhur berhemat daging atau bahan protein lainnya. Ini berkaca pada budaya keluarga Indonesia yang pada umumnya terdiri dari jumlah besar. Untuk semangkok soto dengan kuah yang berlimpah, dagingnya cuma beberap iris saja. Yang membuat mangkok soto berlimpah, selain kuahnya, adalah campuran berupa bihun (mie atau soun), sayuran dan perkedel. Semangkok soto itulah dinikmati keluarga secara bersama -  'bagi roto bagi roso'

Menu soto ini merupakan cara nenek moyang kita berhemat daging atau bahan protein lainnyanya.Perhatikan soto ayam yang saya nikmati seperti foto diatas. Untuk semangkuk soto dengan kuah berlimpah itu dagingnya cuma beberapa iris saja. Yang membuat mangkok penuh selain air adalah campura berupa bihun, sayuran, perkedel dan bahkan sambel.

Menurut filsuf kebangsaan, filosofi Soto, lebih diartikan pada simbol "Bhinneka Tunggal Ika" - berbeda beda tetapi tetap satu jua. Dengan berbagai campuran, sayur hijau dan protein daging bisa daging sapi atau ayam, campuran itu menghasilkan citarasa khas. Simbolisasi sebuah persatuan nasional atas berbagai ragam suku bangsa, agama, ras dan antar golongan di Indonesia. Walaupun persatuan nasional itu melalui analogi kuliner terdahsyat di Indonesia, Soto! 


Salam Kuliner! 

#soto 
#sotodaging 
#filosofisoto 
#indonesia 












Tidak ada komentar:

Posting Komentar